Sistem Informasi Desa Pekuncen
Di tengah arus modernisasi yang kian deras, masyarakat Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, tetap setia menjaga warisan budaya nenek moyang mereka melalui ritual unggahan trah Bonokeling. Acara ini adalah perwujudan rasa syukur dan penghormatan kepada leluhur yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Ritual unggahan digelar setiap tahun pada Jumat terakhir di bulan Ruwah atau Sadran, satu minggu sebelum Ramadan. Acara ini berlangsung selama tiga hari dan melibatkan ratusan anggota keluarga besar atau trah Bonokeling. Mereka datang dari berbagai daerah, seperti Kabupaten Cilacap dan Banyumas, dengan berjalan kaki puluhan kilometer. Dalam perjalanan mereka, para peserta membawa hasil bumi sebagai simbol rasa syukur dan bekal untuk dimasak bersama.
Para peserta ritual mengenakan pakaian adat Jawa kuno. Kaum wanita memakai kemben atau kain jarit dengan selendang putih atau batik buatan sendiri. Sementara itu, kaum pria mengenakan kain jarit, jas hitam, dan ikat kepala tanpa alas kaki. Busana tersebut mencerminkan kesederhanaan dan kedekatan dengan alam, serta memberikan nuansa sakral dalam setiap prosesi.
Perjalanan para peserta menuju kompleks makam Bonokeling dilakukan dengan berjalan kaki, yang disebut sebagai laku lampah. Ini bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan bentuk spiritual untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan alam sekitar. Setibanya di kompleks makam, mereka bermalam di rumah-rumah warga sekitar atau di rumah bedol yang telah disediakan.
Salah satu momen yang paling menarik dalam ritual ini adalah prosesi memasak bersama. Uniknya, seluruh proses memasak dilakukan oleh kaum pria, mulai dari menyiapkan peralatan masak hingga mengolah bahan-bahan yang berasal dari alam sekitar. Tradisi ini memperlihatkan kearifan lokal yang terus dijaga dan diwariskan.
Bonokeling, sosok yang dihormati dalam tradisi ini, diyakini sebagai seorang bangsawan dari Kadipaten Pasir Luhur yang dulu merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Pajajaran. Beliau kemudian menetap di Desa Pekuncen dan mengajarkan nilai-nilai budaya lokal kepada masyarakat sekitar. Hingga kini, keturunan dan pengikut Bonokeling tersebar di berbagai kecamatan di Cilacap, seperti Adipala, Binangun, Kroya, dan Sidoarjo. Jumlah mereka diperkirakan mencapai lima ribuan orang.
Tradisi unggahan trah Bonokeling telah berlangsung selama ratusan tahun dan tetap dipertahankan hingga saat ini. Ritual ini bukan sekadar serangkaian acara, melainkan manifestasi dari nilai-nilai kehidupan, rasa syukur, dan upaya melestarikan budaya lokal di tengah gempuran budaya asing.
Melalui ritual ini, masyarakat diajarkan untuk selalu bersyukur atas apa yang telah mereka dapatkan, menjaga hubungan harmonis dengan sesama, serta tetap semangat dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Semoga tradisi ini terus lestari, menjadi simbol kekayaan budaya nusantara yang tak lekang oleh waktu.
Dengan terus melestarikan ritual unggahan trah Bonokeling, masyarakat Desa Pekuncen telah memberikan teladan tentang bagaimana mencintai dan menjaga warisan budaya sendiri. Mari kita dukung upaya mereka dengan mengenal lebih dalam budaya-budaya lokal Indonesia.