Sistem Informasi Desa Pekuncen
Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas pada hari Selasa, 13 Mei 2025 mengadakan "Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka tradisi ruat bumi'.. Acara tradisi tersebut tidak hanya diikuti oleh masyarakat sekitar, tetapi juga dihadiri oleh beberapa pejabat diantaranya dari Dinporabudpar Kabupaten Banyumas, Forkompincam Kecamatan Jatilawang, Karamil dan kapolsek.
Tradisi Ruat Bumi merupakan salah satu tradisi yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali sebagai wujud rasa syukur atas nikmat hasil bumi. Ruat bumi ini tentunya sangat menginspirasi banyak publik, karena ruat bumi yang ada di Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang berbeda dengan desa lain pada umumnya terapat tradisi ruat bumi. Istilah lain yang sering disebut atau dikenal oleh kalangan masyarakat dinamakan dengan sedekah bumi.
Pada acara ruat bumi atau sedekah bumi, masyarakat Desa Pekuncen yaitu dengan cara selametan hasil bumi diantaranya masyarakat, khususnya perempuan itu memasak hasil bumi seperti memasak sayuran, ikan laut dan makanan yang tidak kalah pentingnya adalah tahu, tempe, mie, timun, petai, becek. Makanan tersebut ditaruh dtempat yang unik dan menarik yaitu takir. Takir adalah tempat makanan yang terbuat dari daun pisang dan dibentuk sesuai dengan ukuan dan model yang memiliki arti dan makna. Sedangan tempat takir atau tempat yang digunakan untuk membawa makanan yang ada didalam takir d dinamakan dengan tenong. Didalam tenong terdapat beberapa makanan diantaranya nasi, ikan laut, mie, tahu, tempe, telur asin, petai, timun, jengkol, dan sayuran yang berbeda-beda. Untuk nasi yang dbawa sesuai dengan jumlah angota keluarga, sedangkan sayuran secukupnya. Kemudian setelah kaum perempuan masyarakat, maka untuk kaum laki-laki yang membawa ke kelurahan untuk acara slametan sedekah bumi.
Semua masyarakat berbondong-bondong datang kekelurahan untuk mengadakan acara slametan sedekah bumi atau ruat bumi dengan membawa tenong masing-masing yang berisi makanan untuk dikepung, kemudian sebagian nasinya untuk dilempar-lemparkan ke orang. Itulah yang menjadikan keunikan tradisi sedekah bumi yang ada di Desa Pekuncen dibandingkan desa yang lain. Maksud dari nasi yang dilempar-lemparkaan itu bukan berarti membahur-bahurkan atau membuang-buang nasi, tetapi dibalik itu semua terdapat makna yang luar biasa. Luar biasanya ketika acara sedekah bumi di Desa Pekuncen berdoa untuk meminta hujan, alangkah luar biasanya ketika acara sedekah buminya telah selesai, Desa Pekuncen langsung diguyur hujan. Betapa bahagianya masyarakat Desa Pekuncen, alangkah luar biasanya Allah telah mengabulkan segala doa-doanya sebaga wujjud rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan.
Diselah-selah acara tradisi sedekah bumi, juga terdapat pagelaran wayang ruat bumi di siang dan malam hari. Pagelaran wayang kulit di malam hari adalah Ki Dalang Martono. Sebelum acara pagelaran wayang kulit Ki Dalang Martono berlangsung juga terdapat susunan acara. Dalam susunan acara tersebut Ketua panitia menyampaikan laporan salah satunya yang berkaitan dengan anggaran untuk kegiatan pagelaran wayang yang dianggarkan 60 juta dari dana desa. Setelah itu terdapt sambutan dari Kepala Desa Pekuncen diakhir sambutannya bahwa "Alhamdulllah acara sedekah bumi atau ruwat bumi dapat berjalan dengan lancar dan langsung diguyur hujan, permintaan yang dinanti-nanti dari masyarakat Desa Pekuncen alhamdulillah telah dikabulkan". Dengan adanya tradisi sedekah bumi tersebut hal yang luar biasa benar-benar membawa keberkahan .