Sistem Informasi Desa Pekuncen
Di Era kemajuan zaman, komunitas adat Bonokeling di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, masih mempertahankan tradisi leluhur mereka. Salah satu tradisi unik yang dilestarikan adalah perayaan hari raya yang disebut Bada Riyaya, berbeda dengan perayaan Idul Fitri pada umumnya. Komunitas adat Bonokeling merayakan Bada Riyaya pada hari Jumat, 12 April 2024, dua hari setelah umat Islam pada umumnya merayakan Idul Fitri. Mereka menggunakan perhitungan dari kalender Jawa kuno, yang dikenal dengan sistem penanggalan Aboge (Alif Rebo Wage). Dengan metode ini, tanggal perayaan bisa berbeda dari ketetapan pemerintah atau ormas Islam lainnya. Perayaan Bada Riyaya dimulai dengan berkumpul di rumah adat atau rumah bedogol, tempat berkumpulnya sesepuh dan warga setempat. Prosesi dimulai dengan sungkeman, yaitu tradisi saling memohon maaf dan meminta restu. Setelah itu, para warga bersama-sama melakukan kegiatan bersih-bersih makam leluhur. Tradisi ini bertujuan untuk menghormati para pendahulu sekaligus menjaga kebersihan lingkungan makam. Setelah prosesi di makam selesai, warga membawa aneka makanan dalam tenongan (wadah tradisional dari bambu) menuju rumah kepala desa. Di sana diadakan doa bersama dan syukuran. Suasana penuh kekeluargaan terlihat jelas dalam prosesi ini, di mana semua warga saling berbagi makanan dan saling mengucapkan salam. Salah satu hal yang menarik dari tradisi ini adalah kegiatan memasak bersama. Kaum ibu menyiapkan makanan dengan cara tradisional menggunakan tungku kayu bakar. Hidangan yang disajikan pun merupakan makanan khas lokal yang mencerminkan kesederhanaan dan kebersamaan. Selain itu, busana yang dikenakan warga juga menjadi daya tarik tersendiri. Kaum wanita mengenakan kebaya tradisional, sedangkan kaum pria memakai pakaian adat Jawa. Hal ini menunjukkan bagaimana komunitas adat Bonokeling tetap menjaga identitas budaya mereka meskipun zaman terus berkembang. Komunitas adat Bonokeling menganut ajaran yang mengutamakan tiga rukun utama, yaitu syahadat, zakat, dan puasa. Salat lima waktu tidak diwajibkan karena mereka lebih menekankan pada aspek batiniah dan makna hakikat dari ajaran agama. Nama Bonokeling sendiri memiliki makna filosofis. "Bono" berarti wadah, sedangkan "Keling" berarti hitam, yang melambangkan langgeng atau keabadian. Bonokeling menjadi simbol komunitas sosial budaya yang terus menjaga tradisi leluhur. Meskipun tradisi ini masih dilestarikan oleh para sesepuh dan orang tua, ada kekhawatiran bahwa generasi muda kurang terlibat dalam menjaga tradisi ini. Sebagian besar anak muda memilih tinggal di luar desa atau tidak mengikuti prosesi adat. Diharapkan ke depannya, ada lebih banyak generasi muda yang tergerak untuk ikut serta melestarikan budaya ini. Tradisi Bada Riyaya di komunitas adat Bonokeling adalah salah satu kekayaan budaya nusantara yang patut dijaga. Perpaduan antara ajaran agama dan kearifan lokal menciptakan harmoni yang unik dan menarik untuk dipelajari. Semoga tradisi ini terus bertahan sebagai warisan budaya yang memperkaya identitas bangsa. Bagi siapa pun yang ingin mengenal lebih dekat tradisi ini, mengunjungi Desa Pekuncen saat perayaan Bada Riyaya bisa menjadi pengalaman berharga yang penuh makna. Mari kita dukung pelestarian budaya lokal agar tetap hidup dan lestari di tengah derasnya arus modernisasi.