Sistem Informasi Desa Pekuncen
Banyumas tidak hanya terkenal dengan keindahan alamnya yang memikat, tetapi juga dengan kekayaan adat dan budaya yang masih terus dijaga hingga kini. Salah satu tradisi unik yang bertahan selama ratusan tahun adalah tradisi Unggahan Bonokeling. Sebagai salah satu warisan budaya yang adiluhung, tradisi ini menjadi bagian dari identitas masyarakat setempat yang sarat makna dan filosofi kehidupan.
Tradisi unggahan bonokeling dilaksanakan sekali setahun sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta dan penghormatan kepada para leluhur. Pada hari pelaksanaannya, suasana penuh kekhidmatan dan kebersamaan begitu terasa. Sejak pagi, warga sibuk mempersiapkan berbagai kebutuhan ritual, termasuk pemotongan hewan ternak seperti sapi, kambing, dan ayam, yang nantinya akan diolah menjadi berbagai hidangan khas. Uniknya, proses pemotongan hingga memasak seluruhnya dilakukan oleh kaum laki-laki sebagai simbol tanggung jawab dan pengabdian.
Setiap tahapan prosesi dipenuhi dengan nilai-nilai tradisi yang khas. Kambing, yang menjadi salah satu hewan utama dalam ritual ini, dipanggang terlebih dahulu sebelum dikuliti. Teknik ini digunakan agar lebih mudah membersihkan bulu kambing sebelum diolah. Salah satu hidangan wajib yang selalu ada dalam tradisi unggahan bonokeling adalah becek kambing, hidangan serupa gulai dengan kuah kental yang sarat rempah. Hidangan ini disiapkan dengan cara yang unik—semua bumbu harus ditumbuk secara manual menggunakan lesung hingga halus sebelum dicampurkan dengan daging.
Tidak hanya becek kambing, hidangan lain yang tak kalah istimewa adalah sapi serundeng. Daging sapi dimasak bersama kelapa parut dan rempah-rempah hingga menghasilkan aroma yang menggugah selera. Proses memasaknya pun masih mempertahankan cara tradisional dengan menggunakan tungku kayu bakar. Selain itu, ada juga hidangan khas bernama lemang, yakni daging sapi yang diolah bersama rempah-rempah khusus dan diaduk menggunakan alat panjang dari bambu yang disebut rimbagan. Teknik pengadukan ini dilakukan dari jarak jauh agar tidak terkena panas, sebuah tradisi unik yang diwariskan turun-temurun.
Setelah semua hidangan siap, puncak dari tradisi unggahan bonokeling pun dimulai. Keluarga besar bonokeling berkumpul di rumah adat untuk memanjatkan doa bersama. Doa ini dipimpin oleh sesepuh adat, yang dipercaya sebagai penerus ajaran leluhur. Setelah itu, mereka berjalan menuju area makam leluhur sambil membawa aneka hidangan yang telah disiapkan. Acara dilanjutkan dengan ritual di makam dan diakhiri dengan makan bersama sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur.
Tradisi unggahan bonokeling bukan sekadar perayaan, tetapi merupakan wujud nyata bagaimana masyarakat Banyumas menjaga warisan leluhur dengan penuh cinta dan kesetiaan. Di tengah gempuran arus modernisasi, mereka tetap kokoh memegang adat istiadat yang telah diwariskan turun-temurun. Semangat gotong-royong, kebersamaan, dan rasa hormat terhadap leluhur tercermin jelas dalam setiap prosesi tradisi ini.
Bagi para pendatang, mengikuti tradisi unggahan bonokeling adalah pengalaman yang tak terlupakan. Tidak hanya disuguhi hidangan khas yang kaya cita rasa, tetapi juga disambut dengan kehangatan dan keramahan masyarakat setempat. Tradisi ini menjadi bukti bahwa budaya leluhur masih hidup dan tetap relevan di tengah kehidupan modern.
Dengan keunikannya, tradisi unggahan bonokeling layak disebut sebagai aset budaya tak benda yang harus terus dilestarikan. Mengikuti jejak tradisi ini adalah perjalanan spiritual dan budaya yang sarat makna, mempertemukan masa lalu dengan masa kini dalam harmoni yang indah.